Tuesday, April 10, 2007

“Bandung Euy”



Enam tiga puluh pagi. Setelah selesai menyembah Robb yang begitu Maha Akbar, aku menatap setelan awan biru diatas gedung Bank Bukopin Capem Caringin. Nun jauh dibelakang sana segerombolan gerobak sayur mulai sibuk bongkar muat, menjalankan roda ekonomi pasar induk hari ini.

Aku linglung, apa ya…kira-kira yang jadi agenda kerja “Dape” dan “Chepie” hari ini, mereka masih lelah tertidur dengan pulasnya diatas kasur busa yang beberapa saat lalu juga telah membuatku terlelap juga,….hm… Bandung dingin ya….

Dua manusia itu tertidur terus..sepertinya hari ini jadi hari yang panjang untuk “leyeh-leyeh”….ah kapan mau selesai kerjaan mereka. Aku kesini Cuma karena ingin membayar omonganku bahwa aku akan datang kemari untuk membantu mereka seadanya. Asalkan akomodasiku ditanggung….ya..sekarang aku disini. Aku juga gak nyangka koq tiba-tiba punya pikiran go to Bandung..padahal pikiranku saat ini sedang kacau mengingat skripsiku yang akan dan harus kukerjakan secepatnya.

“Pe’ “…., gw Cuma butuh 6 bulan ini saja…setelah itu gw pengen jalan jauh..cari lahan hidup, kuingat kata-kata itu sendiri.

“Mau kemana loe…?, Dape’ menyahut.

“Ah…selama ini kan gw cuma diJakarta aja…., pas ngerasain Bandung walaupun cuma 4 hari eh..koq rasanya enak traveling…?”. “Kalau Bandung enak..apalagi kota yang lain…!”, Dape’ Cuma menatap sekilas saja, wajahnya gak ngasih respon, mungkin dia udah capek dengerin maunya gw sehari semalam…maklumlah gw berasa hidup sendiri..padahal disekeliling gw banyak orang, tapi sayang yang mau denger gw ngoceh gak ada…basi kali’….

Hari pertama gw, diajak jalan-jalan man….., sama mereka, lihat sana-sini, padahal seh yang dituju Bank Bukopin Jalan Sumatera, tapi ya ampun…..naik angkotnya koq muter-muter? Tau gak seh mereka sama daerah sekita sini?.

So ketika sampai disana, gw disuruh bengong aja..duduk aja sambil menunggu mereka yang lagi confirm sama Pak Aviv tentang arsip yang datang belakangan itu.

Pas mereka datang, gw lagi terundak-undak ngantuk dimeja kantin, habis tadi malan kan gw tidur cuma sebentar, nyampe dari Jakarta aja jam 1.30..belum lagi ngobrolin kerjaan, ngobrolin kondisi dan posisi sianu…sianu wah top de…udah kaya’ ibu-ibu arisan yang lagi ngerumpi.

Mata gw sepet banget..tapi sayup-sayup gw denger suara Dape” manggil nama Chepie yang rasanya seh dia ada didepan gw….waktu gw nengadah, chepienya udah ngilang..sambil nyaut…”apaan pe’….”

Kan gini….was..wes..wos..jkkgghh..jadi..wes..wos..wis lah…ya…itu sabtu minggu aja..tapi bla..bla..bla..mau kan?, Dape’ ngomong, tapi gw gak nyimak..

Waktu mereka duduk didepan gw..baru deh gw nengadah…”gimana man..jadinya gimana?”.

Lalu dape” ceritain gimana rencananya.

Gw ngangguk-ngangguk..ngantuk..eh ngerti maksudnya.Jadi ya..gw jalani ajalah…

“Terus sekarang kita kemana neh…? Gw ngajak ke rencana jalan-jalan lagi. “Kita nyari itu pie..scootligt..buat nomor rak..ada gak ya?”

A’a yang sedari tadi duduk disitu bareng sama kita nyahut dalam bahasa yang gw gak ngerti, dan ngomongnya ke Chepie…

“Oh gitu the..nte..nte..sooklah, chepie membalas..

Oo itu pasti bahasa sunda…gak lain gak bukan abis bahasa apalagi yang ada disini, selain bahasa kek gitu…

“Kalau gak salah namanya spootligt..koq elo nyebutnya scootligt she pie…”, Tanya gw, “iya sama aja…, balas chepie.

“Lain donk..kalo scoot gak tau gw artinya, tapi kalo spoot sama kaya’ green spot khan..?”, gw balas lagi.

“Green spot kan kurang lebih artinya titik hijau, tapi kalo scoot apaan?”

Chepie diam aja dan sekonyong-konyong azan pun berkumandang.

“Kita mau jalan kan ya..?”

“Ya udah gw sholat dulu yee…”

“bersambung”

“Pengakuan Kalah”


Aku kalah,aku telah ditipu oleh semua yang ada disekitarku. Aku berharap ini adalah kekalahan pertama man…, dan yang lalu-lalu akun tak pernah mengalami kekalahan yang begitu memakan waktu dan periode yang begitu lama, menghabiskan segala energi, pemikiran dan semua keinginan yang selama ini mendekam dalam ambisi dan semangatku.

Kuanggap saja Bkpn tak kan menjanjikan apa-apa, aku hanya mencoba membunuh waktu-waktu yang kulalui, Bkpn akan kujadikan jalan untuk menghabiskan sekian lawa waktu yang akan aku jalani.

Jadi kuputuskan untuk mungkin kembali kesana, entah untuk apa aku mungkin belum mengetahuinya.

Setidaknya wacana yang kemarinhilang kembali kucoba kuletakkan pada bingkai yang begitu sederhana. Sederhana walaupun akhirnya aku terhipnotis..tapi apalah daya..hanya untuk sekedar bertahan hidup, walau apapun yang menerpa terimalah, karena kita hanya punya kebanggaan untuk diri sendiri, kalaupun itu cara yang bodoh sekali, tapi kuakui atas nama pribadi yang begitu rentan terhadap himpitan yang menyiksa….

Kalah bukan musnah bagiku..justru kalah menjadi cambuk yang begitu giant buatku…

Jakarta, 25 Nocember 1998

Media, Wacana Yang Hilang


Dari segala ide-ide yang kumiliki, selalu saja dilatar belakangi oleh pemikiran atau fikrah dasar yang berangkat dari rububiyah Ilahi Robbi, sampai kapankah ini ada dalam ruh-ku…

Dan kini gw kehilangan media dan wacana itu. Setelah keluar dari sebuah institusi yang tadinya merupakan awal berangkatnya pemikiran gw tetang sebuah misi, semua terlewatkan dalam masa waktu 3 tahun…tanpa ada hasil apa-apa kecuali kepenatan dari ambisi yang tak tertampung dihati.

Mist Orientasi terjadi lagi…

Dan hari-hari didepan sana tinggal menunggu dan menunggu.

Ku ikuti hari-hari itu berlalu sambil berkhayal akan datangya ilham dari Maha Pencipta.

Sudikah kiranya Robbku memberikan simpati itu…untuk berdo’a saja, aku tak punya kemampuan untuk optimis agar terkabul..karena aku telah rubuh dan tidur selama 3 tahun itu.

Inikah kemunduran itu, inikah dark of age itu..

Robbi tolong hamba.

Jakarta, 21 November 1998

Berita Tentang Kehancuran


Dan semua berjalan seperti apa yang pernah terpikirkan.

Semua menjelma jadi momok keboborokan diri, dan aku tak sanggup menghindar lagi. Seperti berdiri diatas rel kereta, mencoba menghadang kereta yang tengah berpacu dengan kekuatan ratusan bahkan ribuan tenaga kuda….

Aku menghadangnya mencoba menahannya. Aku tahu tak pelak lagi maut akan menjemputku lewat kereta gila itu.

Prinsip dan keyakinan yang selama ini kuperlihara, mulai menampakkan hasil. Dan semua hasil itu persis seperti apa yang kutakutkan dan kukwatirkan sendiri.

Kehancuran demi kehancuran harus kucicipi, dan setia tindakan-tindakanku adalah cermina diriku bahwa aku memang bukan apa-apa.

Aku hanya menjadi beban bagi tiap pijakan yang aku lalui. Tak lebih dari sampah peradaban, kemelut suatu masa yang menghasilkan jiwa-jiwa frustasi.

Itulah aku…

Dari sekian pilar-pilar yang telah kubangun yang ada sekarang hanya puing-puingnya. Dari sejuta kristalisasi diri yang kubentuk, kini jadi bangkai yang begitu busuk dihirup hidung.

Entah untuk apalagi menyerah. Entah pada siapa lagi mengiba, bahkan Tuhan pun mengejekku dengan segala keagunganNya.

Apakah benar saat ini adalah kondisi paling parah yang pernah ku alamai, apakah setelah ini aku akan merasa menang sejengkal? Aku tak sanggup lagi berharap, tak mampu lagi berkhayal. Takut untuk memiliki mimpi dan harapan-harapan megah untuk diri dan hati yang sudah terlalu luka karena optimisme buta.

Apakah ini saat dimana aku menebus dosa-dosaku. Apakah ini saatnya aku menelan pil pahit dalam hidup?

Aku pernah ditikam cinta, pernah dilemparkan badai. Tapi aku tetap berdiri…aku tetap menantang angin. Aku tetap akan berkata ini aku dan ini dada lebarku. Adakah seperti itu aku harus berkata lagi. Masihkah keberanian itu wahai jiwa yang sudah sekarat…wahai jiwa kekalahan diri..wahai dewa kebobrokan pribadi.

Mampuslah kamu Haryono!!!

Aku tak mampu bercerita lagi…tak mampu menulis lagi…bahkan tak sanggup menangis untuk sekedar menitikkan air mata untuk mengasihani diri sendiri.

Wahai cakra pengukir jiwa, bagaimana menampung penuhnya darah karena luka pada kesulitan hidup?

Dendam pada keadaan sudah tak terkatakan lagi. Untuk memiliki mimpi ini dan itu lenyap sudah.

Bagaimanakah bangkit dari ini semua?? Atau kah harus kuhancurkan sehancur-hancurnya?? Jika benar harus begitu adakah lagi jiwa itu hidup tanpa malu sedikitpun pada hati??

Jika benar haru begitu bolehkah aku bangga pada diriku untuk sekedar memiliki jiwaku sendiri….???

Ya aku bangga pada diriku sendiri….. benar inilah diriku denga segala kehancuran yang aku miliki. Dengan segala potensi yang kumiliki aku sanggup bangga dengan diriku walaupun aku kalah..disegala medan pertempuran.

Ya inilah aku dengan kehinaan yang kumiliki dengan segenap kebobrokan itu aku masih bisa tersenyum melihat kesulitan yang kumiliki, melihat kondisi terparah yang merenggut jiwaku…

Setidaknya aku masih sanggup bertempur dengan segala kekalahan ini.

Aku masih sangguo mentertawakan diriku..dan mentertawakan orang-orang yang begitu muak dengan diriku…

Dan dendam itu kubiarkan semakin membakar menghanguskan idealisme yang membenam didiriku.

Asalkan tidak jadi anarki dan membunuh jiwaku yang terlalu lugu menjalani hidup.

Tetapi masihku berharap kehancuran ini segera menjelma jadi kemenangan-kemenangan lain dan kebanggaan-kebaggaan atas diri yang memang bukan apa-apa!!

Jakarta, 09 November 1998


Kemajuan bukanlah karena memperbaiki apa yang telah Kau lakukan

Melainkan

Mencapai apa yang belum Kau lakukan.

Haryono 1998